Minggu, 23 Oktober 2011

Pacarku, Adikku... (Uncomplite Story)

Maklumin aja, kalo ceritaku semua GAK JELAS... Yang penting gue nggak COPAS.
CEKIDOT

PACARKU, ADIKKU...


“Ma, Pa, ayo cepetan!! Acha nggak sabar lagi nih??” teriak Acha. Gadis 12 tahun itu sudah tidak sabar lagi ingin bertemu dengan Sanak Saudaranya di Kampung Ayahnya.
“Acha, bantuin napa??!” teriak seorang bocah laki-laki lagi. Dia adalah kakak laki-laki Acha, Gabriel yang berusia 2 tahun lebih tua dari Acha.
“Iya, deh...!” kata Acha pasrah sebelum mata Mama mau copot karena melotot jika dia tidak menolong kakaknya.
“Gitu dong dari tadi, pan cape gue!!”
“Acha, Iyel, ayo kita berangkat??” ajak Papa, disusul dengan Mama yang ada di belakang Papa.
“Iya!!” jawab mereka berdua. Lalu berjalan cepat menuju mobil yang terparkir di depan garasi.

(DI JALAN, TEPATNYA JALAN DI DEKAT PUNCAK)

“Kak, nanti kalo di sana, Kakak mau ngapain??” tanya Acha memecah kesunyian di dalam mobil sejak 5 menit yang lalu, setelah berangkat dari rumah.
“Hmmm... mau cari cewek!!” jawabnya. Achapun tertawa terbahak-bahak. Mama dan Papa pun ikut tertawa.
“Kakak, Kakak, Di Kota aja nggak laku, apalagi di desa!!” ejek Acha.
“Yee.. kan, gue usaha, Cha!!” balasnya. Mama dan Papa hanya menggeleng melihat kedua buah hati mereka yang telah beranjak remaja, apalagi Si Sulung yang hampir menginjak jenjang SMA.
“Yel, seandainya kamu pun dapat cewek disana, kamu juga harus meninggalkannya lagi, iya,kan??” kata Papa yang sedang menyetir menghadap belakang. Dan....
“Pa..... awas..........” teriak Mama nyaring. Di hadapan ada truk melaju kencang. Karena tak tahu harus berbuat apa, Papa membanting setir kearah kanan. Ternyata Papa salah mengambil arah. Di sebelah kanan ternyata ada jurang yang cukup curam. Dan, mobil yang ditumpangi oleh 4 orang anggota keluarga itu, jatuh terguling ke dasar jurang. Untungnya, saat mobil itu berguling mereka sempat keluar dari mobil. Saat mobil itu tiba tepat di bawah jurang, mobil itupun meledak dengan hebatnya. Pandangan pengguna jalan pun tersita.
“Aduh, kesian sekali, ya, Mas!!? Pasti nggak ada yang selamat.” Kata salah satu pengguna jalan kepada suaminya.
“Iya... Tapi.. Itu mereka!!” kata Suaminya terpotong. Ternyata, Papa, Mama, dan Gabriel berhasil naik kembali ke jalan dengan sedikit luka yang tidak parah, tapi Acha, ia hilang entah kemana. Para pengguna jalan yang lainnya dengan sigap menolong kedua suami-istri dan seorang anak laki-lakinya tersebut.
“Acha.... Acha... Kamu di mana, sayang??” kata Mama lirih.
“Adik...!?” panggil Gabriel. Anak itu sungguh sayang sekali kepada adik satu-satunya itu.

(SEMENTARA ITU, DI DASAR JURANG. DI DEKAT SUNGAI.)

“Zy, lempar pelampungnya dong, aku mau kelelep nih??” teriak seorang anak berumur 12 tahun kepada temannya yang berada di gundukan batu yang sangat besar.
“Tunggu, Ray??” teriaknya lagi. “Ada anak perempuan, tuh, pingsan kayaknya??” kata anak yang bernama Ozy kepada temannya yang bernama Ray.
“Mana, Zy?? Tunggu aku naik dulu....” teriaknya sambil melawan arus untuk kembali ke tepi sungai.
“Ye... tadi bilang kelelep, sekarang...” ejek Ozy kepada Ray.
“Ah, masa bodo...!” jawabnya.
“Itu dia, tolongin yuk??” ajak Ozy.
“Yuk....!” jawab Ray. Mereka berdua pun turun dari batu besar itu, lalu menolong anak perempuan yang bukan lain adalah Acha.
“Neng, bangun, neng, ini masih jam 10 pagi. Kok, masih molor??” kata Ray ingin membangunkan Acha.
“Dia pingsang, tolol!!” kata Ozy gemas.
“Oh, iya, penyakit lama, Zy!! Pelupa..”
“Ya, udah, kita pasang baju dulu, baru kita bawa dia ke rumah Bu Mira. Semoga beliau bisa menolong ini anak!!?” kata Ozy. “Eh, Ray...” panggil Ozy.
“Apaan??” tanya Ray serius.
“Tolong sekalian ambilin bajuku juga...” suruh Ozy.
“Yeee. Kirain mau ngomong apaan!!” kata Ray.

“Bu Mira, assalamualaikum...” teriak Ozy dan Ray sambil menggotong Acha. Lalu, Acha didudukan di kursi depan rumah Bu Mira.
“Wa’alaikumsallam, Eh, Ray, Ozy!! Tumben kesini, ada acara apa??” tanya Bu Mira.
“Hmm, kami belum dapat job bagiin undangan, Bu!! Kami cuman mau ngantar dia!!” kata Ray sambil menunjuk kearah Acha yang masih dalam kondisi pingsan. Di susul dengan anggukkan kepala Ozy.
“Masya Allah, ini siapa, Zy??” tanya Bu Mira keget.
“Kami juga nggak tau, bu!! Waktu kami main-main di sungai tadi, ada anak ini, sudah dalam keadaan pingsan. Terus, kami bawa kerumah ibu, deh!!” kata Ozy menjelaskan.
“Anak-anak, ayo bantu ibu untuk ngangkat dia masuk, biar ibu obatin...” susruh Bu Mira.

SEMENTARA ITU....

“Yel, kamu tadi serius, ngelihat ade kamu juga ikut keluar??” tanya Mama di Rumah Sakit. Mereka bertiga dibawa kerumah sakit agar dapat di tangani lebih lanjut.
“Bahkan, Iyel yang mendorong Acha, agar dia lebih dulu keluar, terus dilanjutin dengan Iyel sendiri.” Jawab Iyel tegang. Ia merasa trauma dan kehilangan.
Terdengar percakapan Papa dan Polisi-polisi yang mengolah tindak TKP dimana mereka jatuh.
“Maaf, Pa.. Untuk laporan sementara. Tidak ditemukannya, Mayat atau orang di dekat TKP. Berarti putri Bapak masih ada harapan untuk hidup. Itu saja Pak, jika kami memiliki info lebih lanjut, akan kami hubungi Bapak, Ibu, atau Nak Gabriel. Kami permisi dulu, Pak Arif.
“Terima Kasih, Pak??” ucap Papa sedikit tenang. Karena mendengar Acha masih ada harapan untuk hidup.

KEMBALI KE RUMAH BU MIRA

“Lihat, di udah mulai membuka mata, Ray!!” teriak Ozy.
“Iya...”
“Aduh, aku dimana... Siapa aku??” rintih Acha.
“Kamu sekarang ada di Rumah Bu Mira. Dia udah nolongin kamu..” kata Ozy.
“Makasih, bu??” ucap Acha.
“Iya, mereka berdua juga sudah nolong kamu!!” kata Bu Mira.
“Makasih...!”
“Anak cantik, nama kamu siapa??” tanya Bu Mira.
“Nama?? Saya nggak ingat apa-apa, Bu!! Yang saya ingat, semua sudah menjadi gelap...”
“Dia kena amnesia, ya, bu??” tanya Ozy.
“Sepertinya begitu, Zy!!” jawab Bu Mira. Sambil melihat Acha yang masih sedikit bingung-bingung.
“Bu, gimana kalau kita kasih nama aja??” usul Ray.
“Nak, kamu mau nggak jadi anak ibu?? Kebetulan ibu nggak punya anak. Kamu mau nggak??” tanya Bu Mira.
“Saya mau, bu!!” jawab Acha.

Singkat cerita, sejak hari itu Acha menjadi anak Bu Mira. Dan, namanya berganti menjadi Gadis.
Bulan demi Bulan, Acha atau Gadis, tumbuh menjadi anak gadis yang tomboy, tapi baik hati. Dia selalu membantu Bu Mira menjual dagangan sayur-sayuran di Pasar setelah pulang sekolah. Ya, Gadis disekolahkan oleh Bu Mira. Kadang, ia juga dibantu oleh 2 sahabatnya. Ozy dan Ray.
Tidak terasa, 2 tahun sudah Acha atau Gadis, tinggal dirumah Bu Mira. Dia merasa sangat bahagia.

GABRIEL P.O.V.

Sudah 2 tahun aku kehilangan adikku tercinta. Entah kemana dia. Aku rindu sekali. Terkadang saat ulang tahunnya, aku selalu pergi kepuncak, tempat kami dulu kecelakaan, hanya sekedar berdoa di tepi jurang untuk mendoakan Acha semoga dia masih hidup dan panjang umur. Begitu pula saat hari dimana kami kecelakaan, aku, Mama, dan Papa, selalu pergi kepuncak untuk mengenang Acha. Hingga saat ini, kami masih berusaha mencari adik dan anak kami tercinta. Namun, jika aku memang sangat benar-benar rindu. Aku akan kesana dengan sahabat baikku, Kiki. Kiki, juga sayang dengan adikku itu. Jika Kiki selalu kerumah, dia selalu membawakan cokelat kesukaan Acha.

Akhir semester 2 pun sebentar lagi. Kelulusan bagi anak-anak kelas 9 SMP MERPATI pun akan segera di umumkan.
“Gadis........” panggil seseorang dari luar rumah. Siapa lagi kalau bukan Ozy. Anak itu selalu menjemput Gadis (Acha) terlebih dahulu. Secara, rumah mereka bersebelahan. Hanya dibatasi dengan tembok kecil yang tingginya hanya 1,2 meter.
Hari ini, Ozy ingin menyatakan perasaannya selama ini kepada Gadis. Saat pertama kali menemukan Gadis, Ozy jadi jatuh cinta. Hari ini, ia akan memberanikan dirinya untuk menembak Gadis.
“Tunggu, Zy!! Bu, Gadis berangkat dulu, ya? Assalamualaikum?” pamit Gadis.
“Wa’alaikumsallam. Hati-hati, Nak... Ibu doakan semoga kamu, Ozy, dan Ray lulus.”
“Amin, makasih, Bu. Yuk, Zy??” kata Gadis menarik tangan Gadis.
“Dis, jalannya pelan aja!!”
“Kenapa emangnya??” tanya Gadis bingung.
“Aku mau ngomong sama kamu!!?” kata Ozy gugup.
“Ngomong apa?? Kok, gugup banget??” Gadis curiga.
“Dis... selama ini aku... aku...aku... aku.....” kata Ozy terbata.
“Aku suka sama kamu, maksudnya??” tebak Acha tersenyum tipis. Ozy hanya menangguk.
“Sebenarnya aku juga suka sama kamu, tapi aku lebih fokus sama pelajaran aja, kata Ibu, aku mau disekolahkan ke kota setelah tamat SMP ini. Tapi kalo kamu mau kita TTM aja, mau nggak?? Jarang, lho bisa TTM sama aku!!” kata Gadis Pede. Ozy pun tersenyum malu. Pipi nya merah seperti tomat.
“Aku mau, kok, Dis!!”jawab Ozy. Di susul dengan tepukan seseorang dari belakang mereka.
“Cie...cie... cuit..cuit...!!” ternyata Ray.
“Ray, awas jangan bilang siapa-siapa??” ancam Ozy.
“Tapi, Zy... Kamu harus sabar menunggu jika aku di kota nanti...!?” kata Gadis.
“Pasti, kalo kamu udah punya cowok disana juga nggak papa!! Tapi, jangan lupakan aku, ya??” kata Ozy.
“Udah, yuk?? Nanti telat!!” potong Ray.
Akhirnya mereka bertigapun menuju sekolah mereka tercinta.

“Anak-anak... sekarang bapak akan menyebutkan satu-persatu, nama 20 anak yang mendapat nilai tertinggi. Dari rangking 20.
Rangking 20 yaitu... Marclif Nyopon Korompis
Rangking 19 yaitu... Ourel Queen
Rangking 18 yaitu... Bastian Bintang Simbolon
Rangking 17 yaitu... Cahya Ningrum
Rangking 16 yaitu... Rosaline Abdi Prawesti
Rangking 15 yaitu... Yohanes Baptista Obiet Panggrahito
Rangking 14 yaitu... Abner Marky Korompis
Rangking 13 yaitu... Iyan Kusnadiyansyah

Udahan dulu entar aku sambung....

Satu Jam Saja (Short Story)

Sorry Gak Jelas... Aku buat ini juga lagi blank........
Silahkan membaca... (Ini bukan aku mengambil dar http://berikami.blogspot.com, tapi itu juga milikku)

Satu Jam Saja


Cakka P.O.V.
           
“Sa... sorry....! Sekarang kita harus putus...!”. Sasa yang baru saja merasakan hangat pelukku saat aku pulang ke Yogyakarta sontak kaget.
“Apa, Cakk?? Aku baru aja kangen-kangenan sama kamu! Kamu bilang putus secepat itu!” Sasa marah dan melemas.
“Sorry...! Selama ini aku punya pacar lebih dari kamu!!” aku ku.
“Hah?? Siapa aja...!?” ucap Sasa marah sekaligus kaget.
Via
Seli
Natasha
Adel
Syeila
Kezia
Risma
Aura
Ellen
Meisye
Nadya
Aku menyebut rentetan nama pacarku selain Sasa. Lancar...
Sasa melongo tak percaya. Aku hanya cengar-cengir.
“Tapi, Sa...! Keputusan aku untuk mutusin kamu itu karena seseorang... Dia pacar aku di Jakarta. Nama dia Oik. Dia sekarang kena penyakit Kanker Paru-paru... Aku pingin ngasih kasih sayang aku hanya sama dia...! Dia butuh aku, Sa!! Kumohon kamu maafin aku dan ikhlaskan aku, ya??” bujukku.
Sasa yang mendengar ceritaku, langsung memelukku, punggungku basah.
“Sa, kamu nangis...??” tanyaku.
“Aku ikhlas ngerelakan kamu, kamu harus jaga Oik baik-baik, cintai dia!!” nasihat Sasa. Lalu melepaskan pelukannya. Dan mengusap air matanya.
“Aku pamit, Sa?? Jaga dirimu baik-baik...!” ucapku. Lalu pergi meninggalkan Sasa yang menangis terharu di pintu gerbang rumahnya.
Huh, akhirnya satu bebanku hilang. Sekarang tinggal 11 orang lagi. Benakku.
Semua pacar-pacarku kaget dan marah, layaknya Sasa. Mereka juga menagis terharu atas pengorbananku mutusin mereka.
Akhirnya tugasku di Yogya sudah selesai. Kini, aku mau balik ke Jakarta. Aku mesan tiket kereta. Aku lebih milih kereta karena lebih bisa melihat pemandangan desa yang sangat indah. Supaya aku bisa lebih tenang. Aku pesan yang VVIP. Hihihihi, bukannya aku sombong, ya??!.
Uhh, leganya. Jakarta I’m coming. Setelah sampai di Jakarta, aku tidak langsung pulang, aku langsung menuju rumah kekasih hatiku. Oik.
Kulihat, Oik sedang asyik menikmati hembusan angin sore hari di sebuah kursi santai di taman depan rumahnya. Dilengkapi dengan I-Pod kesayangannya yang kubelikan saat ulang tahunnya yang ke-20 tahun. Dirumah itu, Oik hanya tinggal dengan pembantu, sopir, dan tukang kebunnya. Orang tuanya telah berpisah. Ibunya bekerja sebagai pengusaha di Kalimantan, dan Ayahnya menjadi pengusaha di Papua.
“Ik...?!” sapaku. Membuatnya menengok senyum kearahku.
“Cakka!? Kamu sudah pulang dari Yogya?? Gimana rasanya??” tanyanya.
“Kamu kok nggak nyuruh aku duduk!!??” kataku jail.
“Kamu ini orangnya aneh, kayak baru kenal aja sama aku, duduk aja sendiri!!” katanya gemas.
Aku hanya tertawa.
“Akhirnya. Aku sudah mutusin semua pacarku..! Dan cintaku seutuhnya hanya milik kamu...!”
“Ah, kamu gombal, Cakk??!”  tawanya.
“Cakk?? Kita jalan-jalan ketempat favorit kita, yuk?? Lama kita udah nggak kesana!!” ajak Oik.
“Yuk, tunggu apa lagi??!” aku langsung menarik tangan Oik. Oik hanya nurut aja.
Aku langsung menyetop taksi yang lewat di depan rumah Oik yang cukup besar itu.
“Pak, ke Danau Biru, ya??” pinta Oik kepada Pak Sopir Taksi.
“Baik, mbak!!”
20 menit kemudian, aku dan Oik akhirnya tiba di Danau Biru, tempat favorit kami. Saksi buta pertama yang menyaksikan aku menyanyikan lagu Just The Way You Are milik Bruno Mars, penyanyi idolaku dengan gitar kesayanganku.
“Cakk, aku mau naik perahu itu...” pinta Oik.
Aku tersenyum dan menyubit pipi Oik sebelum aku lari untuk menyewa perahu kecil untuk mengintari danau yang cukup luas itu. Namun dengan kedalaman 1 meter saja. Jadi jika ada yang terjatuh, tidak terlalu berbahaya.
“Oik, sini...!?” teriakku dari pondok penyewaan. Oik lalu berlari kecil, menyusul kearahku.
“Naik sini...??” ajakku. Oik hanya nurut.
Di perahu kecil itu, hanya ada aku dan Oik. Tak ada siapapun lagi.
“Cakka, jika aku mati, apakah kamu akan berpaling dengan wanita lain...??” tanyanya. Aneh.
“Hmmm, ada 2 teori yang ada dipikiranku. 1. aku akan berpaling dengan wanita lain jika kamu mengijinkanku, 2. Teori yang paling besar, aku tidak akan berpaling, karena aku sangat mencintai kamu, bagaimana?? Kamu mau pilih teoriku yang mana??” candaku.
“Aku bakalan ngijinin kamu, kok!! Jadi, aku milih teori yang nomer 1...” ujarnya. Sedetik kemudian hening.
“Kok, kamu begitu, jadi kamu nggak sayang sama aku lagi??” tanyaku.
“Justru, kalo aku pergi nanti, kamu nggak akan kesepian...!!” ujarnya enteng. “Itu karena aku sangat sayang sama kamu!!” tambahnya.
“Kok, kamu bilang begitu??” tanyaku bingung.
Diam. Tak ada satu katapun yang keluar dari mulut Oik. Kata-kata baru keluar dari mulut Oik saat kami sudah turun dari perahu.
“Cakka, kita duduk dibawah pohon itu, yuk??” ajaknya.
“Yuk....!”
Kami berduapun duduk dibawah pohon yang sangat besar beralaskan rumput hijau. Disanalah Oik menyanyi kecil.


Jangan berakhir
Aku tak ingin berakhir
Satu jam saja
Kuingin diam berdua
Mengenang yang pernah ada

Jangan berakhir
Karna esok takkan lagi
Satu jam saja
Hingga kurasa bahagia
Mengakhiri segalanya

Tapi kini tak mungkin lagi
Katamu semua sudah tak berarti
Satu jam saja
Itupun tak mungkin
Tak mungkin kagi

Jangan berakhir
Ku ingin sebentar lagi
Satu jam saja
Ijinkan aku merasa
Rasa itu pernah ada....

(Lala Karmela – Satu Jam Saja)

Setelah menyanyikan lagu itu, ia merebahkan kepalanya di betis ku.
“Lagu ini aku persembahkan untukmu untuk terakhir kalinya...” ucapnya.
“Maksudmu??” aku semakin bingung dengan Oik hari ini.
Dia hanya  tersenyum manis. Manis sekali. Itu adalah senyumannya yang paling manis yang pernah kulihat. Lalu ia tertidur. Mungkin dia mengantuk karena terlalu lelah.
5 menit dia sudah tertidur. Dia tidur sambil tersenyum. Oh, indahnya.
“Ik, kita pulang, yuk??” ajakku. Hening. Tak ada jawaban.
“Oik, kita pulang, yuk?? Tidurnya dilanjutkan dirumah aja!?” ajakku. Kini sedikit lebih nyaring. Tapi, Oik tetap tidak bangun. Aku cemas. Aku ambil pergelangan tangannya. Tak, ada denyut nadi yang teraba. Oh, tidak....
“Pak, tolong... Kerumah sakit terdekat aja, Pak??” pintaku panik kepada sopir taksi yang aku berhentikan.
Diperjalanan aku panik sekali. Oh, Tuhan... Kumohon jangan kau panggil Oik secepat ini.... pintaku.
Setelah sampai, anggota medis mengangkat tubuh Oik ke atas tempat tidur yang sudah di sediakan. Aku tetap menemani Oik saat tempat tidur itu didorong.
“Maaf, Mas, Mas harus tunggu disini!! Biar dokter yang menangani!!” ujar seorang suster yang juga menangani Oik sedari tadi.
5...10...15...20 menit sudah berlalu. Dokter belum juga keluar. Aku makin panik...
Akhirnya...
“Maaf, mas, ini siapanya Nona Oik, ya??”
“Um, saya Pacarnya...”
Wajah sang dokter sudah tidak enak dipandang.
“Maaf, kami tidak bisa menyelamatkan nyawa Nona Oik, karena anda terlambat membawanya... Mungkin, ini semua kehendak Tuhan, sekali lagi kami anggota medis mohon maaf dan turut berduka cita...” Dokter itupun langsung meninggalkan aku yang sedang sedih. Perih hatiku, setelah kehilangan separuh jiwaku.
“Maaf, Mas!! Anda kerabat Nona Oik??” tanya seorang suster yang menghampiriku.
“Iya... Ada apa, Sus??” tanyaku.
“Tolong urus surat-surat administrasi untuk mengambil jenazah Nona Oik?!” kata Suster itu, lalu pergi.
“Baik...!” ujarku. Bangkit. “Sebaiknya aku menghubungi Tante Indah...!!”
Via telepon.
Tante Indah         :               Hallo, Cakka... Kenapa?? Nggak biasanya nelpon tante...
Cakka                    :               Tante, maaf, Cakka baru bisa ngomong sekarang... Oik..oik...oik...
Tante Indah         :               Kenapa dengan Oik, Cakka??”
Cakka                    :               Oik meninggal dunia, Tante!!
Tante Indah         :               Apa?? Innanillahi Wa’inallilahi Raji’un. Ok!! Tante bakalan cepat pulang..
Cakka                    :               Baik tante..
                Aku salut sama Tante Indah. Beliau  tetap sabar. Oik hanya anak satu-satunya. Beliau juga sudah bercerai dengan  sang suami.
                Besoknya, aku menjemput Tante Indah di Bandara.
                “Cakka, jenazah Oik sudah diurus belum...!?”
                “Sudah tante...! Hari ini, rencananya jenazah Oik mau dimakamkan...!!”
               
Tanah merah disana masih basah, harum bunga mawar masih tercium. Baru saja jenazah sang putri dimakamkan. Tertulis di batu nisannya.
Oik Cahya Ramdlani
Binti
Ahmad Cahyono Rhamadani
Tanggal            :           12 Juni 1990
Wafat   :           23 April 2011
 









@ 40 hari kemudian

       “Cakka, sudah siap belum... Tolong, susunkan buku Yassin-nya, ya??”
“Baik, Mah!!”. Sudah 29 hari yang lalu, aku memanggil mamanya Oik dengan sebutan “Mamah”. Aku diangkat menjadi anak angkat beliau. Di 40 hari kepergian Oik, kami mengadakan baca Yassin bersama di rumah Oik.

“Ah, akhirnya sudah selesai acaranya...??” ujarku.
Saat aku ingin tidur siang, aku tertarik ingin memasuki kamar Oik,. Setelah lebih dari 1 bulan ditinggal pemiliknya, pasti kamar itu tidak terurus.
“Kreekk...”. Pintu kamar berbunyi.
“Uh...”
Mataku tertuju pada sebuah diari yang ada ditempat tidur. Aku ragu, boleh nggak, ya, buka-buka objek pribadi milik seseorang, walaupun dia sudah meninggal.
Ah... kubuka saja.. Maaf, ya, Oik...
18 April 2011
                Hari ini hari libur, biasa aja...!! Cuman satu yang tidak membuatku biasa...!! Dokter bilang, kankerku makin mengganas. Bahkan dokter bilang umurku tinggal 2 bulan lagi..

21 April 2011
                Mungkin sedikit sedih, hari ini Cakka pulang kampung ke Yogyakarta... Tapi, aku tetap ikhlas. Kata Cakka, dia mau mutusin pacar-pacarnya sebelum aku. Hihihi.. aneh – aneh aja tuh dia.

22 April 2011
                Duh, sakitt... Sekali...!! Dadaku rasa ditusuk-tusuk.. Aku ingin Cakka nggak tau apa yang terjadi ama aku, umurku sebentar lagi... Jika aku meninggal besok... Aku bakal nge-ikhlasin Cakka buat berpaling sama cewek lain.. Walaupun berat rasanya..

                “Cakka??” panggil seseorang dari luar kamar.
“Mamah??”
“Hmm, mamah yakin kamu masih belum bisa ngelupain Oik!! Ya, sudah, mamah mau istirahat dulu, ya??”
Aku hanya mengangguk.
Saat mamah keluar dari kamar, ada seberkas cahaya kecil, terang, terang dan makin terang... Dan, Oik... Dia bersinar terang dengan cahaya itu.
Cakka, aku akan selalu mencintai kamu, walaupun aku sudah tiada, tetaplah mencintaiku, akupun begitu, aku akan tetap berada disamping kamu, suatu saat, kamu pasti akan menemukan orang yang lebih baik dariku... Selamat tinggal, Cakka, Sayangku........
“Oik, kumohon jangan tinggalkan aku...!!” aku meringis lalu menangis.

@10 tahun kemudian...
“Acha, Ray.... kalian jangan lari...!” teriakku.
“Ayah, ayo kejar kami....!!?” ujar 2 orang anak. Mereka berdua adalah anakku. 2 dewa-dewi kecil yang sangat manis. 10 tahun yang lalu, aku menikah dengan seorang wanita berdarah Indonesia-Fhiliphina. Aren. Dia sangat cantik, baik, perhatian juga tidak cemburuan. Bahkan dia selalu menemaniku mengunjungi dan membersihkan makam Oik. Dia tahu, bahwa aku masih mencintai Oik. Dia juga mencintai Oik, karena dia juga mencintai aku. Mungkin Aren adalah orang dimaksud oleh Oik. Terima Kasih Oikku, yang kucintai. Makasih, Mamah... Sudah memberiku kepercayaan untuk menjaga Oik.
Baru kusadari, Oik, sang bidadari, memperhatikanku dari bawah pohon tempat-nya menghembuskan nafas terakhirnya sambil tersenyum manis. Lebih manis dari senyum termanis yang pernah kulihat dari dirinya. Kubalas senyumnya dengan manis jua.
TAMAT
 

Perkenalan

Hai, aku Isma Fawzeya Rosida...
Kalian bisa panggil aku Ima.
Aku berasal dari salah satu kabupaten di KalTeng. Kotim namanya.
Sekarang aku duduk di bangku kelas 8 SMPN 1 RSBI Sampit. Aku adalah salah satu anggota bagian soprano di Paduan Suara Habaring Hurung. Senang deh rasanya dapat temen baru.